Jumat, 26 Januari 2018

Laura

Dia tidak tahu, di sini aku merindukannya. Aku memang tidak mengeluarkan air mata, tapi di pikiranku terbayang dirimu.

Aku tidak tahu apakah kamu jantan atau betina. Yang aku tahu kamu itu kucing yang baru sebentar mencicipi waktunya di dunia. Anak Mama Yuyi yang sudah punya banyak sekali anak bahkan cucu. Kamu kucing yang terlihat berani dan cukup lincah. Kamu penyuka kendaraan bermotor atau apa pun itu yang nyaman dijadikan tempat tidur, sampai orang tuaku selalu menutup kendaraan beliau dengan koran, atau menaikkan tempat duduk motor. Kamu yang amat lucu-apalagi wajahmu-itu bayi kemarin sore yang lahir pada pertengahan menuju akhir 2017, kan? Cepat sekali kamu sebesar sekarang. Kamu berambut hitam dan ada sedikit warna putih di kaki wajahmu, ada secuil warna kuning di tubuhmu juga sepertinya.

Tadinya aku senang-senang saja menanggapi kehadiranmu. Saat kuliah pun aku pulang hanya sebulan sekali, jadi jarang bertemu. Tapi perasaan sayangku padamu muncul, hai kucing yang mungkin tidak akan pernah mengerti. Kamu tidak mengerti perasaanku sekarang, kan? Kamu. . . Mungkin sempat tidak mengerti jalan pulang, kan?

Tidak apa, aku juga tidak mengerti kamu, Laura. Laura yang berjiwa eksplorasi.

Aku pikir kamu pemberani. Kamu memang lebih berani daripada Ikik, saudaramu yang selalu bersamamu. Namun aku baru tahu, saat kamu beradu suara dengan kucing lain, ternyata kamu takut, ya? Aku tidak mengerti dirimu. Aku baru mengetahui itu sekarang.

Jadi kemarin pagi saat aku mendengar suaramu beradu dengan kucing lain, aku tidak berpikir panjang, mengira kamu baik-baik saja.

Sejak saat itu aku belum mendengar suaramu lagi. Sore hari, kami orang rumah sempat panik. Namun kami berharap kamu kembali lagi.

Di malam hari ibu dan adikku sempat pergi. Aku makin kesepian dan sedih, Laura. Kamu tahu tidak, saudara sekaligus sahabatmu, Ikik jadi bertindak aneh. Dia sempat minta makan sih, tapi entah dia menjadi sangat rewel. Aku tambah sedih melihatnya.

Usahaku mencarimu memang tidak seberapa, Laura. Aku hanya berharap kamu sehat dan bahagia, kok. Aku jujur menyesal tidak pernah memegangmu. Padahal kamu lebih dari lucu. Padahal kamu suka dekat-dekat kaki orang, termasuk aku, tapi aku selalu menghindar tidak mau kena. Aku jadi ingin memegangmu, tapi sayang bisa saja sudah terlambat. Aku juga sempat menyesal kemarin tidak langsung mencarimu, mungkin kamu belum terlalu jauh, tapi tidak apalah toh sudah terjadi.

Selama ini mungkin aku mengira kamu akan selalu kembali ke sini. Namun ternyata aku terlalu menganggap biasa kehadiranmu. Padahal, kamu sangat berharga. Aku tidak tahu alasannya dan tidak tahu apakah aku layak mengatakan ini, tapi aku sayang padamu Laura. Laura, kamu baru punya lima adik baru, lho. Ayo kembali.

Suatu saat aku harap kita bertemu, ya. Aku harap kamu masih ingat aku. Tapi aku harus realistis juga sih. Jadi, baik-baik ya Laura. Kalau kamu masih hidup, aku berharap kamu bisa bertahan hidup dengan baik. Kalau kamu sudah mati. . .

Bagaimana pun itu keadaanmu, terima kasih ya sudah menjadi perantara dalam belajar sabar. Belajar menghargai apa yang aku miliki. Terima kasih atas kehadiranmu. Kamu pernah hadir sebentar di hidupku saja, aku sudah merasa sangat bahagia. Makasih sudah menjadi Laura yang lucu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Boleh banget kalau ada tanggapan, kritik, saran, atau apa pun :)