Minggu, 22 Juli 2018

Zenius & Lifelong Learning Mindset


Saking merasakan efek Zenius ke kehidupan, proposal skripsi pun tentang Zenius, yang masih sering muncul di ingatan. Entap pas lagi bikin tugas, bahas pendidikan, atau kejadian sehari-hari. Kenapa sih Zenius begitu keren?

Suatu hari, twitter sebuah informasi PTN mengenalkan pada Zenius, sampai-sampai gue tertarik sama blog Zen. Baca-baca sedikit, lalu satu Xpedia terbeli (sayangnya jarang dipakai). UN lulus, sayangnya ujian-ujian masuk PTN engga. 

Undangan: FKUI, FK UNPAD
SBMPTN: FKUI, Psiko Unpad, Geografi UI
SIMAK: (lupa) pilihan ke-3 Geografi UI

Hmm wajar sih, soal UN Kimia aja mampu membuat air mata keluar pas sampe rumah, UN Fisika aja baru tau cara ngerjainnya pas kelas 12, gimana soal SBMPTN?! Akhirnya, gue nge-gap year deh di Zenius-X.

Terinspirasi akan Kerennya Ilmu Pengetahuan
Tahun sebelumnya, alasan milih jurusan...
  • FK: gak tahu, belum yakin mau jadi apa dan didukung orang tua, terus keterusan aja pengenan itu (karena berguna juga).
  • Psikologi: suka sesuatu yang pseudosaintifik kayak golongan darah dan kepribadianotak kiri otak kanan, dll. Sama suka yang berbau tipe kepribadian.
  • Geografi: tertarik belajar alam.
Tertarik jurusan lain? Ah, jarang ada yang menarik dan keren! Jadi, enggak begitu mencari tahu.


Tapii setelah pakai Zenius, pikiran gue mulai bisa melihat indahnya ilmu pengetahuan karena terinspirasi dari great learning experience-nya. Jadi lebih sering mencari informasi berbagai jurusan (karena libur setahun juga kali ya) dan pas baca... WOOOW TERNYATA JURUSAN INI KEREN, ITU JUGA KEREN.

SEMUA PUNYA KERENNYA SENDIRI dan berhubungan satu sama lain. Misalnya, ilmu matematika yang diterapin di biologi untuk memahami sel kanker di TED Talk ini. Atau Psikologi yang berhubungan sama berbagai ilmu yang di situ ada manusianya.

Gue jadi terbuka sama berbagai bidang ilmu bahkan yang tadinya ga nyangka bakal tertarik! Tahu ini bukan "bidang gue" karena emang belum terlatih di situ, tapi berani aja milih jurusan kayak Informatika, Matematika, dan Bisnis (2015). Toh kalau memang ke situ bakal belajar dari awal. Sempat pula gue pengen Kedokteran (tapi bukan gara-gara ga tau mau jadi apa lagi) walau gak jadi memasukkan itu ke daftar pilihan SBMPTN. Dan ga nyangka pernah terpikir Teknik Mesin, dan beberapa jurusan lainnya.

Ternyata Juga...
Gue ngikutin saran Zen untuk belajar dari dasar. Karena dulu banyak waktu, enak alurnya jadinya. Efeknya, ga pernah nyangka gue suka Fisika walau belum jago (karena kurang latihan juga). Ga nyangka, Fisika, Matematika, Kimia, Biologi, TPA, Ekonomi (pernah belajar), Sosio (pernah nyicip), yaa singkatnya ilmu pengetahuan itu jauh lebih indah daripada yang pernah gue pelajari di sekolah/bimbel.

Belajar materi-materi itu tuh... untuk mulai belajar gue masih berusaha melawan distraksi sih, tapi pas belajarnya menemukan begitu banyak hal baru yang keren. Melihat ilmu pengetahuan yang sebenarnya dari simple yet powerful videos, yang bisa ngefek sampe seumur hidup. Menjadi fondasi perkembangan intelektual seumur hidup. Dan efek Zenius nih bisa ke mana-mana, ga berhenti di zeniusers doang. It's education, man.

Di samping udah dapet hal-hal hebat itu dari Zenius, gue sendiri merasa masih banyak unanswered questions about everythingAt least, I'm aware that I don't know.

Baru Lolos Setelah Nge-Gap Year
Perkiraan (dari kunci jawaban yang beredar) nilai gue setelah nge-gap year naik drastis! Tahun pertama kalau gak salah 23-an, terus tahun kedua 42/44 (lupa). Alhamdulillah, Informatika PNJ (pilihan 1), Psikologi Unpad (pilihan 1), dan Geologi UI (pilihan 2 SIMAK UI setelah Matematika) udah mau menerima.

klik kalau mau lihat gambar pengumumannya

The Beauty of Zenius
Learning with Zenius liberating my mind. Zenius affect my way of thinking to be more advanced than before. Because the main mission of Zenius Education is "providing a great learning experience by emphasizing science and reason". "Zenius believe this can help individuals become more mature and responsible (personally, socially, and professionally). And they will have intrinsic motivation to learn because of curiosity".

Merinding, terharu baca misi Zenius. Sebuah WHY yang dalam. Zenius pengen menyelesaikan berbagai permasalahan dari salah satu akarnya dengan cara yang cerdas, dan sampe jangka panjang. Its effects can be endless!

Zenius Effects
Efek Zenius mulai terasa saat nge-gap year, dari pola pikir yang diubek-ubek pas belajar TPA. Baru menyadari, logika gue banyak banget kekurangannya. Zenius Learning yang gue pelajari paling awal pun memberi banyak tips supaya mental kita siap untuk SBMPTN.

Gue mulai baca artikel sains berbahasa inggris (waktu itu BBC) karena saran dari Donnashe's an awesome tutor, yang pas ngajar di kelas santai banget, tapi mantap. Ya, di Zenius-X banyak tutor keren. Prassuper brilliant biology teacher yang kelasnya selalu penuh, paling hobi menyuplai film/dokumenter buat ditonton bareng. Sabda (I'm a huge fan, tokoh terfavorit #1!) yang bukan tutor offline tetap waktu itu, tapi doi sempet ngajar coding. Dan masih banyak lagi, yang menambah inspirasi akan kerennya pengetahuan.

Sebenernya gue udah cukup suka pengetahuan karena sejak kecil difasilitasi langganan majalah dan dikasih ensiklopedi tipis berjilid buat anak kecil yang banyak gambarnya itu. Sayangnya untuk pelajaran sekolah gue merasa kurang menikmati indahnya pengetahuan. Oke bolehlah pelajaran Bahasa, Biologi (pas kelas 11), "cara mengerjakan" Kimia, dan Matematika. Tapi BIG NO untuk Fisika, Sejarah, PKn.

Les di luar (kelas 12) pun rasanya sebatas untuk ngulang pelajaran dan nambah waktu belajar. Nyoba baca buku pelajaran, untuk pelajaran yang membingungkan tetep bingung. Nanya temen gak ngerti, jarang juga sih. Les privat, oke kadang bantu, tapi mahal dan engga 24/7. Dan yang harusnya paling bertanggung jawab, diri sendiri, ngga punya keterampilan belajar mandiri yang bagus. Jadinya, sebagian aktivitas belajar cuma untuk memenuhi kewajiban dan pengen nilai bagus.

Mungkin dalam hati sebenernya pengen paham, tapi banyak yang susah deh dipahaminya. Ulangan, apa-apa dihafalin, terutama pelajaran yang membingungkan. Jadi belajar kayak beban, yah. Apalagi ngafal PKn sama sejarah, banyak dan detail! Ngapalin rumus terasa lebih aneh karena ga tau apa yang diapalin.

Nah, tapi, kalau pakai Zenius kita autountung. Ada para tutor high quality yang bukan cuma ngejelasin sejelas-jelasnya, tapi juga bisa bikin kita jatuh cinta sama hal-hal yang tadinya biasa aja atau bahkan dibenci! Banyak oh moments. Kita jadi bisa tahu ada apa dibalik keribetan yang dulu tidak dihapami. Misal, pas liat dasar-dasar dibalik rumus-rumus jelimet trigonometri.

@Emjuhri: Apalah dayaku yg hanya bisa mengingat sabda Bang sabda : “Jangan biasain ngafal doang” (gambar dan tweet diambil dari kumpulan meme di blog Zenius ini)

Sekejap Tentang Minat
Berdasarkan teori minat dari Paul Silvia, minat berasal dari gimana kita menilai novelty dan comprehensibility sesuatu. Novelty berarti sesuatu yang baru, tidak biasa, belum diketahui. Comprehensibility berarti dapat dimengerti. Karena Zenius ngejelasin dari dasarnya dan jelas banget (dan bahan-bahannya bisa dipelajari secara sistematis dari konsep dasar ke yang lebih lanjut, banyak panduannya pula), kita jadi berpandangan kalau ilmu-ilmu itu comprehensible. Yang dulu bingung, ternyata bisa dimengerti.

Zenius juga konsep banget, sedangkan dulu gue kurang mengerti banyak banget konsep yang ada di pelajaran-pelajaran, jadi konsep-konsep yang diajarin Zen gue pandang sebagai sesuatu yang baru dan tidak biasa (baru mengerti kerennya).

Ekspresi habis belajar di Zenius (sumber gambar)

Menurut Kashdan (2004) dan Sansone & Thoman (2005) dari tulisan Paul Silvia, sebagai sumber motivasi intrinsik, minat itu penting buat numbuhin pengetahuan dan expertise (keahlian). Misalnya kita masih nol tentang bola. Eh gue nggak minat, tapi lo minat. Terus... siapa yang kira-kira bakal lebih tahu tentang bola?

Perlu tahu juga cara belajar yang bener, bukan asal minat doang. Dan hubungan minat sama pengetahuan ini dua arah. Misal, setelah mengetahui banyak tentang suatu topik yang tadinya engga ngerti, eeh ternyata pengetahuan itu membuat kita terkesima karena baru tahu bahwa konsep itu sangat wow. Bisa aja itu bikin minat kita bertambah.

Growth Mindset
"Most people can learn most topics”. Great learning experience dari Zenius membuat gue yang tadinya kurang/enggak ngerti banyak hal, setelah diajarin dengan bener, bisa ngerti juga. Berarti engga perlu jenius dulu untuk ngerti sesuatu. Untuk ngerti dengan lebih cepet (dan berbagai keuntungan lain), oke itu guna. Tapi dengan kecerdasan kebanyakan orang aja, menurut gue kita bisa lho belajar apa aja termasuk topik-topik yang dianggap susah kayak Fisika, Kimia, dan sebagainya sampai ngerti banget. Hanya saja, kita juga butuh CARA YANG TEPAT. Ngertiin konsep dari dasarnya, baru habis itu ke konsep yang lebih lanjut. Belum ngerti konsep aljabar mana bisa lancar jaya ngerjain integral. (Ada juga nih deliberate practice untuk meningkatkan performance yang bisa diterapkan dalam belajar.)

More Zenius Effects

Meme kocak buatan @diiswan12 dari blog Zenius

Memasuki semester 7, cara belajar ngonsep berlanjut sampe sekarang. Suatu kemajuan buat gue yang dulu sering pake sistem hafalan. Ya it’s okay kalau ada sedikit yang dihafal untuk efisiensi, setelah memahami konsepnya. Pas gap year pake Zenius gue ga ngafal. Dan berlanjut sampe sekarang. Yey, jadi free dari beban yang dibuat sendiri berupa hafalan yang ga perlu. Meski ada juga yang harus ngafal kayak matkul "Metodik Tes", harus hafal instruksi luar kepala biar gak nginget-nginget lagi pas ngasih instruksi psikotes. 

Oh ya, gue juga nganggep setiap dapet materi (terutama kalau enak cara penyampaiannya) di Psikologi itu bukan beban karena suka. Semester 6 pas milih matkul pilihan, wah menarik semua dan bingung. Kriminologi, Psikologi Forensik, Evaluasi Program, Psikologi Kewirausahaan, atau Psikologi Kerekayasaan (Ergonomika)... (Yang digarisin dipilih semester itu.)


Seperti yang udah disebutkan, gue juga jadi punya pandangan yang beda daripada sebelumnya terhadap ilmu. Sains dan teknologi secara umum, filsafat, sejarah, religious studies, dll. Dan ga ngebatesin, kalau ada suatu ilmu yang bukan ketertarikan utama, ga akan tutup kuping gitu mentang-mentang minat gue a b c. 

Lagipula sebenarnya belajar itu kan bisa di mana aja dan bisa berangkat dari pertanyaan-pertanyaan yang terlintas di pikiran, kalau dikulikin bisa dapet jawabannya, atau bahkan berlanjut ke penemuan/inovasi baru. Stephen Hawking mendalami ilmu fisika dan luar angkasa karena katanya 'My goal is simple. It is a complete understanding of the universe, why it is as it is and why it exists at all.' (source)

More...
Punya akses internet, tapi dulu gue jarang mau belajar sendiri dari situ, maksudnya belajar mengenai hal-hal yang terkait dengan pengetahuan. Paling dulu gue kalau belajar dikit aja kayak belajar tutorial blogging, ngedit kode, dan ngedesain dikit. Setelah tercerahkan, selain akses yang sesuai hobi dan keperluan (musik, medsos, googling, dll), gue juga jadi kenal sama lebih banyak materi edukatif (kayak materi dari TED Talksedutainment Youtube channels, artikel blog kayak blog ZeniusPsychology Today, dan Wait But Why) dibanding sebelumnya.

Jujur, kadang gue juga jarang akses itu sampe isi feeds Youtube ga ada edukasinya, atau liat Line doang, tapi gue udah tau ada lho konten-konten keren kayak gitu yang bisa dinikmati juga.

More...
Di kehidupan nonakademik fakultas, sekarang gue jadi salah satu staf di Departemen Keilmuan (DKM) dan gue juga pernah ikut KTI (sekarang belum lanjut, tapi masih di organisasi terkait jadi Sekretaris). Dulu gue ga pernah kepikiran tuh bakal ikut kegiatan yang bau-baunya belajar di luar kelas. (Update: sekarang gue juga sedang ingin mempelajari sesuatu dengan cara jadi Kakak Pendamping di salah satu rangkaian pembinaan mahasiswa baru.) Sekarang gue punya alasan sendiri kenapa gue ikut itu dan ga takut belajar di situ.

update foto

Liburan pun diisi juga dengan beberapa lomba yang bau-bau belajar (walau engga menang, tapi banyak yang bisa dipelajari & seru). Oh iya, kalau ada kegiatan semacam seminar/sejenis yang menarik juga gue ga segan ikut selama waktunya ga bentrok. Emang pengen ilmunya bukan ngincer sertif doang. ("Bau-bau belajar" di sini tanda kutip lho ya, soalnya belajar sebenernya luas dan bisa di mana aja. Poinnya, Zen jadi bikin gue lebih tertarik sama serunya belajar.)

More...
Untuk buku, sayangnya gue masih jarang baca buku nonfiksi. Apalagi dulu, kalau ke Gramedia pasti ngincer cerita atau komik Doraemon sampai tamat. Sekarang gue udah mulai tahu kenapa kita harus baca buku, dan buku-buku apa yang recommended. Banyak nonfiksi ternyata. 


Sebenernya masih ada beberapa lagi, tapi memang baru sedikit dan banyak yang masih koleksi aja. Gitu sih kekurangan gue dalam mensyukuri nikmat Zenius ini, sebagian yang sebenernya bisa ditingkatin ke "perilaku"  (misalnya baca buku sampe habis) masih berada di ranah "sikap" (misalnya berpikir kalau buku nonfiksi yang berkualitas itu guna banget dan menarik).

BTW bukan berarti fiksi itu inferior atau ga guna yah. Orang itu aja ada di salah satu recommendation list-nya Zenius dan Sabda hehe. Gue jadi lebih tau bagusnya buku nonfiksi aja. Pas submit tulisan untuk lomba ini, gue bingung mau milih buku yang mana karena menarik semuanya :( Hehe, soalnya menang-ga menang kudu ngisi itu.

Basic Skills, Fundamentals


Kembali ke yang dasar. Basic skills dari Zenius ngefek ke mana-mana! Terus, fundamentals di Zen udah bagus tapi gue masih pengen belajar fundamentals lagi dan berbagai bidang lain. Sebelum pake Zenius mana ada kepikiran begitu. Bukan berarti kurang bagus yang dari Zenius, cuman serunya belajar hal-hal itu bikin pengen belajar lebih lagi. Hehe contohnya di Khan Academy gue udah mulai belajar Filsafat kemarin, cuman ya gitu, harus lebih berusaha melawan distraksi hehe. 

Fundamentals dan ajaran-ajaran Zen juga gue rasa ngaruh ke sini... Masa depan mau ngapain, rasanya cita-cita jadi lebih meaningful dan gue udah engga seperti dulu yang pandangannya "yang penting kerja" semata. Dari beberapa ide (masih ide, lho) yang udah ditulis, ternyata melibatkan banyak aspek belajar ini-itu.

How Zenius Change It?
Sesuai misi, great learning experienceThat experience leads to a new mindset that learning can be so great, knowledge is beautiful, and you can learn most subjects as long as you wanna learnNgajarin pake konsep, dari dasarnya, penjelasannya sederhana, pake teknologi yang memudahkan pula.

Dan.. Because ZEN TEACH US FUNDAMENTALS, the way we think can be more logical (and I hope more rational and critical). This and great learning experience hopefully can lead to curiosity then hopefully sustainable learning

Ga cuma ingin tahu, tapi cara berpikirnya bener sehingga ga mudah kejebak sama pseudosains atau info ga bener. Itu sepertinya salah satu pengenannya Zen.

Zen juga unggul di high quality tutors. Ngajarin nurunin rumus (yang ternyata mind-blowing) bukan menghafalnya, ngajarin cara berpikir dan ngajarin konsep materi dengan enak. Membantu menyesuaikan dengan kemampuan dan kecepatan dalam memahami, di Zen sebebas itu ngulang-ngulang videonya! Dan bisa belajar apa aja, dengan sebanyak itu materi! (Zenius solve problems effectively and efficiently, yah!)

Marketing Zen itu dengan mengedukasi pasar (source). Zen juga mencerahkan melalui media blog atau medsos. Konten Zen tuh beda, komprehensif dan enak dibaca, sesuai dengan kriteria lomba ini hehe. Dengan baca blog Zen jadi lebih tahu banyak, banyak topik-topik penting dan menarik yang dibahas di situ.

Tutor Zen juga role models yang baik dalam hal belajar berkelanjutan, tetep mau & bisa belajar bidang lain. Misalnya Faisal lulusan Psikologi UI, doi juga bisa ngajar Sejarah. Sabda yang pernah belajar formal di Informatika ITB juga belajar (sampe bisa ngajar) sebanyak itu bidang (basic skills, Matematika, Fisika, Ekonomi, Bahasa Inggris), denger-denger doi ambil kuliah online. Ada juga yang konsisten ngajar sesuai kuliahnya, tapi luas banget pengetahuannya seperti Pras. Dan masih banyak lagi yang keren.

Cara Gue Mendapatkan Manfaat dari Zenius Itu?

Zenius top markotop, pakai dengan top markotop juga! (sumber gambar)

Belajar Zenius dengan cukup sungguh-sungguh. Ada plan belajar, dari baca blog Zen dan minta tips dari Sabda di grup.

Gue belajar teori dan soal di Zenius (digital) secara sistematis berurutan dari Zenius Learning, TPA, Mat, Fis, Kim, dan terakhir Bio (Bio ini baru belajar dikit karena udah mepet). Belajarnya pun urut secara bab atau materinya, jadi nyambung dari konsep dasar ke konsep setelah-setelahnya. Bikin lebih mudah nyambung dan ngerti. (Kalau pelajaran kayak Bahasa gue lebih ngandelin belajar di Zen-X dan rutin baca di internet terutama menjelang SBMPTN.)

Sungguh-sungguh juga dalam memahami setiap materinya. (Dari Zen ada tips tambahan ini juga, teknik Feynman.) Gue sendiri hampir selalu menerapkan pegangan bahwa tiap penjelasan di tiap videonya harus paham sampe bener-bener paham banget. Kalau ada yang bingung sedikit aja, gue coba pahami ulang, pikirin lagi. Gue itu masih belum cepet dalam memahami sesuatu gitu (sekarang juga). Udah jelas dan se-ngonsep itu dibikin sama Zen, harus sungguh-sungguh diperhatikan & dicerna, dong.

Selain itu, di Zenius-X juga ada try out berkala apalagi pas menjelang SBMPTN, dan itu penting banget (coba baca ini). Kenaikan perkiraan nilai gue (dibanding tahun sebelumnya) juga dipengaruhi oleh rajin ikut TO.

Sementara itu, kekurangan gue pribadi: jadwal molor-molor (nah, penyebab utamanya kebiasaan menunda). Terus udah tau mudah nyerah, tapi jarang latihan mandiri dan jarang diskusiin soal bareng temen di luar kelas. Padahal itu juga penting supaya mendeteksi kalau ada konsep yang belum ngerti sepenuhnya, atau bahkan belum dipelajari. Terus tinggal mampir ke materi Zenius terkait deh, atau sumber lain.

Ya seperti yang tadi dibilang, gue juga mudah nyerah, ngerjain soal berusahanya ga sampe sekuat tenaga (tapi tetep di-skip dulu video pembahasannya, coba ngerjain). Jarang yang sampe ngulik banget untuk dapet jawabannya sendiri. Padahal mungkin bagusan dikulik bener-bener dulu, sambil review penjelasan atau cari penjelasan lain, apalagi kalau yang punya banyak waktu. Baru habis itu lihat pembahasan.

Temen yang sering ranking 1 try out Zenius-X, pokoknya master deh, ternyata doi itu banyak banget ngerjain berbagai latihan soal, dari bimbel ini-itu. Di samping dia belajar konsep materi pastinya, wajib ini mah. Dan setelah gue tanya, ternyata dia juga belajar materinya jauh lebih banyak daripada gue di zenius.net. Nah ini, mungkin gue belajar konsepnya masih kurang eksplorasi juga (padahal di Zen udah ada penjelasannya dari SD bahkan, hehe). 

Kekurangan lainnya mungkin ini, gue jarang nge-review secara keseluruhan gitu palingan ikut try out aja. Dan masih ada beberapa kekurangan pribadi lainnya.

Semoga bisa diambil pelajarannya yah dari kekurangan pribadi ini. Tapi dengan berbagai kekurangan itu aja gue masih bisa dapet banyak manfaat dari Zenius, apalagi kalau gue belajar dengan lebih mantep yah.

Oh iya, buat yang masih sekolah, kudu lebih atur strategi, karena selain belajar SBMPTN, kerjaan "wajib" lo lebih banyak, kan. Jadi sesuaikan dengan keadaan masing-masing, ya. Kalau ini nih, gue libur setahun, fokus utamanya ke situ doang.

Zenius is Different! 


Saat pertama nyoba video Zenius, kesannya biasa aja karena langsung liat pembahasan soal gitu dan ga ngerti (untung artikel blognya meyakinkan). Tapi pas coba belajar sungguh-sungguh, wah ngefeknya bukan cuma lulus ujian. Lo bakal dapet pengetahuan cara berpikir yang bener dan punya motivasi dari dalam diri untuk #belajarberkelanjutan. Wow, sadis dan beda!

Merasa banyak ga ngerti, tapi merasa banyak sesuatu bisa dipelajari, dan pengalaman belajar yang hebat bisa bikin gue mau belajar. Terima kasih banyak Zeniusmind-transforming knowledge-nya. Salah satu pengalaman paling berharga dan indah dalam hidupnya. Respect sama semua #zeniusteam yang udah bikin Zenius seperti sekarang dan semoga akan terus maju!

Gue sendiri sadar, masih banyak yang harus diperjuangkan untuk benar-benar mewujudkan #belajarberkelanjutan ini, yang di atas itu masih bisa dikembangin terus!

Jumat, 26 Januari 2018

Laura

Dia tidak tahu, di sini aku merindukannya. Aku memang tidak mengeluarkan air mata, tapi di pikiranku terbayang dirimu.

Aku tidak tahu apakah kamu jantan atau betina. Yang aku tahu kamu itu kucing yang baru sebentar mencicipi waktunya di dunia. Anak Mama Yuyi yang sudah punya banyak sekali anak bahkan cucu. Kamu kucing yang terlihat berani dan cukup lincah. Kamu penyuka kendaraan bermotor atau apa pun itu yang nyaman dijadikan tempat tidur, sampai orang tuaku selalu menutup kendaraan beliau dengan koran, atau menaikkan tempat duduk motor. Kamu yang amat lucu-apalagi wajahmu-itu bayi kemarin sore yang lahir pada pertengahan menuju akhir 2017, kan? Cepat sekali kamu sebesar sekarang. Kamu berambut hitam dan ada sedikit warna putih di kaki wajahmu, ada secuil warna kuning di tubuhmu juga sepertinya.

Tadinya aku senang-senang saja menanggapi kehadiranmu. Saat kuliah pun aku pulang hanya sebulan sekali, jadi jarang bertemu. Tapi perasaan sayangku padamu muncul, hai kucing yang mungkin tidak akan pernah mengerti. Kamu tidak mengerti perasaanku sekarang, kan? Kamu. . . Mungkin sempat tidak mengerti jalan pulang, kan?

Tidak apa, aku juga tidak mengerti kamu, Laura. Laura yang berjiwa eksplorasi.

Aku pikir kamu pemberani. Kamu memang lebih berani daripada Ikik, saudaramu yang selalu bersamamu. Namun aku baru tahu, saat kamu beradu suara dengan kucing lain, ternyata kamu takut, ya? Aku tidak mengerti dirimu. Aku baru mengetahui itu sekarang.

Jadi kemarin pagi saat aku mendengar suaramu beradu dengan kucing lain, aku tidak berpikir panjang, mengira kamu baik-baik saja.

Sejak saat itu aku belum mendengar suaramu lagi. Sore hari, kami orang rumah sempat panik. Namun kami berharap kamu kembali lagi.

Di malam hari ibu dan adikku sempat pergi. Aku makin kesepian dan sedih, Laura. Kamu tahu tidak, saudara sekaligus sahabatmu, Ikik jadi bertindak aneh. Dia sempat minta makan sih, tapi entah dia menjadi sangat rewel. Aku tambah sedih melihatnya.

Usahaku mencarimu memang tidak seberapa, Laura. Aku hanya berharap kamu sehat dan bahagia, kok. Aku jujur menyesal tidak pernah memegangmu. Padahal kamu lebih dari lucu. Padahal kamu suka dekat-dekat kaki orang, termasuk aku, tapi aku selalu menghindar tidak mau kena. Aku jadi ingin memegangmu, tapi sayang bisa saja sudah terlambat. Aku juga sempat menyesal kemarin tidak langsung mencarimu, mungkin kamu belum terlalu jauh, tapi tidak apalah toh sudah terjadi.

Selama ini mungkin aku mengira kamu akan selalu kembali ke sini. Namun ternyata aku terlalu menganggap biasa kehadiranmu. Padahal, kamu sangat berharga. Aku tidak tahu alasannya dan tidak tahu apakah aku layak mengatakan ini, tapi aku sayang padamu Laura. Laura, kamu baru punya lima adik baru, lho. Ayo kembali.

Suatu saat aku harap kita bertemu, ya. Aku harap kamu masih ingat aku. Tapi aku harus realistis juga sih. Jadi, baik-baik ya Laura. Kalau kamu masih hidup, aku berharap kamu bisa bertahan hidup dengan baik. Kalau kamu sudah mati. . .

Bagaimana pun itu keadaanmu, terima kasih ya sudah menjadi perantara dalam belajar sabar. Belajar menghargai apa yang aku miliki. Terima kasih atas kehadiranmu. Kamu pernah hadir sebentar di hidupku saja, aku sudah merasa sangat bahagia. Makasih sudah menjadi Laura yang lucu.

Minggu, 26 November 2017

Wacana

Wacana lagi wacana lagi. Kemarin bilangnya mau nulis di blog. Kemarin bilangnya mau ngerjain ini dan itu. Ternyata gak terlaksana. Kamu pernah mengalami hal itu? Aneh gak? Enggak, ya? Iya, memang enggak. 

Fenomena seperti ini bisa dibahas dengan banyak hal. Sekarang aku akan membahas sedikit dari sisi sikap dan perilaku (dari sisi theory of planned behavior). 

Sikap di sini bukan sifat. Sikap di konsep Psikologi Sosial adalah kalau kata seorang tutor Khan Academy, “it’s a learned tendency to evaluate things in a certain way”, merupakan kecenderungan yang dipelajari. Dalam hal apa? Dalam mengevaluasi, menilai sesuatu (orang, isu, kejadian, objek). Di buku Social Psychology Myers, menurut Eagly dan Chaiken (2005), sikap adalah evaluasi positif atau negatif terhadap sesuatu. 

Nah, sering gak sih sikap kita positif terhadap belajar, olahraga, menyelesaikan masalah, dsb. Kita ambil contoh spesifik, deh, misalnya mau menulis di blog setelah sekian lama tidak menulis di blog. Si O (orang) menganggap menulis di blog itu positif. Si O ini sebut sajalah Omo. Omo berpikir bahwa menulis di blog itu berguna karena bisa menghasilkan uang dari iklan yang dipasang di blognya. Kan kalau blognya tulisannya bagus, pengunjungnya bakal banyak, dan yang melihat dan mengeklik iklan itu kemungkinan akan meningkat dibanding kalau dia jarang menulis, tidak konsisten. Hm, kayak blog siapa ya yang jarang update itu. Omo suka menulis di blog selain karena bisa menambah uang saku, menurutnya, menulis bisa membuatnya senang karena bisa berbagi sama orang lain tentang apa yang dirasakan atau dipikirkannya. 

Omo dulu sering menulis. Jadi memang Omo ini sudah membuat cukup banyak postingan blog sebenarnya, tapi sudah beberapa tahun blognya tidak update. Heh, ini seperti? Seperti aku juga, sebenarnya Omo ini pengin nulis postingan di blog lagi kalau lagi santai.  

Sumber: timboprof.com

Nah, yang disebut tadi itu adalah komponen-komponen sikap, yang terdiri atas 3 hal. Pertama, komponen afektif atau emosi, yang tadi Omo suka menulis di blog karena bisa membuatnya senang. Kedua, komponen behavioral atau perilaku. Menurut Breckler (1984), komponen perilaku ini termasuk di dalamnya perilaku yang tampak, intensi perilaku, dan pernyataan verbal terkait perilaku. Omo sudah menulis di blog sebelumnya dan dia berniat menulis blog kalau lagi santai. Ketiga, komponen kognitif, Omo berpikir menulis dapat menambah uang saku Omo. Omo banyak tahu tentang cara menghasilkan uang di blog, yang salah satunya adalah dengan sering menulis postingan di blog. Jadi, sikap Omo terhadap nulis di blog ini positif. Tapi kok, Omo gak nulis-nulis? 

Walaupun sikap Omo positif terhadap menulis blog, bukan berarti perilakunya otomatis akan menulis blog lagi. Perilaku yang direncanakan itu dipengaruhi oleh beberapa faktor. Ya, sikap adalah salah satu prediktor perilaku, tapi tidak selalu, tergantung. Tergantung banyak hal. 

Bila dilihat dari sudut sebuah teori bernama theory of planned behavior (Ajzen & Fishbein) yang menjelaskan bagaimana perilaku yang direncanakan bisa muncul, perilaku itu dimunculkan tergantung 3 faktor, yang ketiga faktor ini akan membentuk intensi yang selanjutnya dapat memunculkan perilaku tertentu, di waktu dan tempat yang spesifik. 

Sumber gambar: Wikipedia


Ya, sikap adalah salah satunya. Selain sikap, perilaku juga dipengaruhi oleh subjective norms, gampangnya adalah apa yang kita pikir mengenai pikiran orang lain tentang perilaku kita (“what we think others think of our behavior” sih kata guru di Khan Academy). Si Omo tadi teman satu geng-nya bilang kalau Omo tuh lebih baik fokus aktif organisasi saja karena lebih penting dan lebih jago di sana daripada menulis di blog. Faktor ketiga adalah perceived behavioral control, kata guru online saya hari ini juga, artinya seberapa mudah atau sulit kita berpikir kita dapat mengontrol perilaku kita. Nah, sebenarnya si Omo nih memang lagi banyak kegiatan. Di kampus, dia sedang banyak kegiatan penting. Kegiatan di luar kampus juga banyak. Jadi Omo berpikir akan sulit untuk menulis blog dengan waktu yang padat seperti itu. 

Jadilah, menulis blog bagi Omo merupakan wacana. Dari sisi teori sikap dan perilaku yang direncanakan sih, begitu. Namun, masih ada kekurangan dari teori ini, sih. Kalau penasaran tentang teori ini gambaran besarnya seperti apa dan kekurangannya apa, bisa dicek di sini atau di mana terserah kalian. 


Referensi
Referensi
Attitude - Khan Academy
Buku Social Psychology (Elevent Edition) – David G. Myers 


Referensi tambahan 
Breckler
Sphweb.bumc.bu.edu

Referensi gambar ada di bawah gambar

Minggu, 10 September 2017

Beban

Flora, namanya. Sendirian ia di kamar, sambil merenung
Beban aku tuh paling "unik"...
Yaa, gak berat sih. Tapi... Unpredictable aja.
Gak ada yang bakal mengerti, deh!
Itulah yang dipikirnya, seringkali seperti itu
Herannya, ia tidak mau berusaha supaya "beban uniknya" itu lepas
Apa karena... Ia merasa biasa-biasa saja, sehingga ingin "unik"-nya itu?

Tiba-tiba, ia merasakan hal tersedih yang...
Ternyata "beban unik" Flora kalah...

Papa...!
Kalau Papa pergi,
Aku sangat menyesal, aku belum menjadi yang seperti Papa inginkan!

Tiba-tiba melihat sosok Papa, Flora minta maaf, dirinya tidak sesuai harapan baik papanya
Entah itu benar Papa atau bukan...
Aku hanya ingin bilang maaf dan aku sayang banget sama Papa
Ungkapnya sambil menangis

Ia pun melihat kejadian bagaimana papanya meninggal
Di situ ada papanya
Langsung ia memeluk papanya,

Flora tertidur dan ia bangun kembali, berharap itu cuma mimpi
Di bangunnya ia berteriak memanggil papanya
Bukan, kali ini bukan mimpi

Ia bangun lagi, di...
Kamarnya
Tidak disangka sungguh, pengalaman tadi benar mimpi

Ia sangat, sangat bersyukur, merasa sangat lega untuk kali pertama dalam hidupnya
Dan, dalam mimpi ia merasa sedih, melebihi sedih yang ada di dunia nyata, katanya
Ia menangis, dan merasakan emosi saat mimpi itu, ia ingat betul

Ia pun ingat, beberapa saudara dan temannya yang sudah mengalami hal itu, juga ayah ibunya
Setiap orang menanggung beban uniknya sendiri,
Yang berbeda,
Aku tidak tahu seberapa besar beban itu
Beban bukanlah hal yang bisa diukur kayak uang, bukan
Dan yang ia rasa sekarang, "beban unik"-nya tidak bisa dibandingkan dengan perasaan mereka yang sudah kehilangan orang tuanya.

Temanku sayang,
Aku pernah "merasakan" perasaan kalian sementara waktu, yang saat itu, aku benar-benar merasa sakit, tapi itu tak seberapa dibanding perasaan kalian..
Ada rasa kehilangan, yang aku anggap itu sebagai beban kehilangan, terlebih saat kamu baru mengetahuinya

Tapi... Aku harap, walau kamu merasa terbebani dengan kehilangan itu,
Kuharap keikhlasan selalu ada di hatimu
Sejatinya ayahmu, juga papaku, milik-Nya
Dalam doamu selalu sebutlah orang tuamu 
Semoga kamu bisa mengikhlaskan orang yang sangat kamu sayangi itu...
Dan berbakti, meski dengan cara yang berbeda, dari yang sebelumnya...

Flora pun mengusap air matanya,
Yang bercampur-campur penyebabnya

Kamis, 28 Juli 2016

Banyak Berubah

Assalamualaikum. Ada orang di sana? :D

Lama sekali gak main blog. Tadi aku mengingat-ingat masa saat main blog adalah hobi yang sangat menyenangkan. Sekarang, hobi itu bagi sebagian besar blogger (termasuk aku) sudah tergantikan.

Sabtu, 31 Oktober 2015

Enam, Syif (Sebuah Pengalaman Konyol)

Siang itu, saat jam istirahat, aku kembali ke kos yang jaraknya benar-benar dekat dari gerbang kampus. Namun tetap saja, aku harus berjalan sekitar lima menit dari fakultasku menuju gerbang kampus. Tujuanku ke kos adalah mengambil kartu ATM, aku ingin mengambil uang karena saat itu uangku hampir habis. Kurang dari setengah jam lagi, mata kuliah Ilmu Alamiah Dasar akan dimulai. Aku pun bergegas menuju ATM dekat gerbang kampus untuk mengambil uang. 

Senin, 17 Agustus 2015

Saat Seseorang Mengejekmu...

Assalamualaikum! Halo, gue mau nulis sedikit apa yang abi gue sampaikan, pesan Abi sih buat nulis ini di blog, haha. Sebenarnya, sih gue mau hiatus aja, tapi gak apalah gue tulis ini dulu.

Saat seseorang mengejek elo, perhatikan hal berikut.

Apakah itu benar? 1. Benar 2. Gak benar

Kalau benar, apakah hal itu bisa lo ubah atau lo kontrol?


1. Bisa lo ubah, misalnya seseorang mengejek lo dan ternyata benar. Itu bisa kita ambil pelajarannya. Perbaiki aja sifat atau apa pun itu yang bisa lo ubah menjadi lebih baik.
2. Bener-bener gak bisa lo ubah, ya biarin aja, toh kita gak bisa ubah itu. 

Kalau tidak benar, misal seseorang mengejek lo, tapi ejekannya tuh jelas-jelas gak sesuai kenyataan... Ya biarin aja.

Orang yang mengejek kita sebaiknya kita doain aja yang baik-baik. Pernah denger gak, kalo ada orang baik lalu kita baikin dia juga itu ya wajar aja (meski, itu tetep harus diapresiasi, disyukuri ya!), tapi kalo ada orang jahatin kita lalu kita baikin dia, nah itu namanya manusia hebat. Kurang lebih gitu...